Rabu, 15 Juni 2016

Karakteristik Anak

BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Secara umum istilah “karakter” yang sering disamakan dengan istilah “temperamen” ,”tabiat”, “watak” atau “akhlak” yang memberinya sebuah definisi sesuatu yang menekankan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Secara harfiah menurut beberapa bahasa, karakter memiliki berbagai arti seperti : “kharacter” (latin) berarti instrument of marking, “charessein” (Prancis) berarti to engrove (mengukir), “watek” (Jawa) berarti ciri wanci; “watak” (Indonesia) berarti sifat pembawaan yang mempengaruhi tingkah laku, budi pekerti, tabiat, dan peringai. Dari sudut pandang behavioral yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki sejak lahir, Sehingga Doni Kusuma (2007:80) istilah karakter dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti: 1). Sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. 2).Karakter juga bisa bermakna “huruf”. Menurut (Ditjen Mandikdasmen – Kementerian Pendidikan Nasional), Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,  bangsa  dan  negara.  Individu  yang  berkarakter  baik  adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggung jawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. W.B. Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu. Gulo W, (1982: 29) menjabarkan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau  dari titik  tolak etis  atau  moral,  misalnya kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap. Kamisa, (1997: 281) mengungkapkan bahwa karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian. Wyne mengungkapkan bahwa kata karakter berasal dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to mark” yaitu menandai atau mengukir, yang memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berprilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang.
BAB II
ISI

A. KARAKTERISTIK ANAK USIA DINI
1. rasa ingin tahu besar
Pada anak-anak usia dini, umumnya mempunyai rasa keingintahuanyang besar tentang hal-hal yang ada sekitarnya. Mereka memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan antusias terhadap berbagai hal terutama mengenai hal-hal yang baru Pada masa balita rasa ingin tahunya ditunjukkan dengan meraih benda-benda kecil yang ada pada jangkauannya kemudian dimasukkan ke mulutnya. Kemudian saat usia 3-4 tahun anak-anak senang bermain bongkar pasang segala sesuatu untuk memenuhi rasa keingintahuannya. Anak-anak juga mulai gemar untuk menanyakan semua hal meski masih menggunakan bahasa yang sangat sederhana.

2. Mempunyai karakter yang unik
Tentunya, karakter yang dimiliki oleh anak berbeda-beda dan mempunyai ciri khas masing-masing. Meskipun mereka mempunyai banyak kesamaan dalam pola umum perkembangan anak usia dini, akan tetapi setiap anak mempunyai kekhasan tersendiri dalam hal bakat, minat, gaya belajar, dan sebagainya. Keunikan ini berasal dari faktor genetis dan juga lingkungan. Untuk itu pendidik perlu menerapkan pendekatan individual dalam menangani anak usia dini.

3. Senang berimajinasi
Fantasi merupakan kemampuan membentuk tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan yang sudah ada. Imajinasi adalah kemampuan anak untuk menciptakan obyek atau kejadian tanpa didukung data yang nyata. Anak usia dini sangat suka membayangkan dan mengembangkan berbagai hal jauh melampaui kondisi nyata. Biasanya, mereka suka terhadap hal-hal yang imajinatif Bahkan terkadang mereka dapat menciptakan adanya teman imajiner. Teman imajiner itu bisa berupa orang, benda, atau pun hewan.

4. Masa potensial untuk belajar
Masa itu sering juga disebut sebagai “golden age” atau usia emas. Karena pada rentang usia itu anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat di berbagai aspek. Orang tua perlu memberikan berbagai stimulasi yang tepat agar masa peka ini tidak terlewatkan begitu saja. Tetapi mengisinya dengan hal-hal yang dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak.Perlu disadari juga oleh orang tua bahwa pada masa tersebut anak-anak senang  mempelajari suatu hal, mereka akan bergairah untuk terus menekuninya dan mereka senang pula melakukan berbagai aktifitas yang membuat sesuatu yang baru dalam dirinya. Misalkan, jika mereka belajar mewarnai dan bernyanyi. Maka mereka akan melakukan hal tersebut berulang-ulang karena merasakan ada perubahan dalam dirinya dari tidak bisa menjadi bisa.Dengan diiringi rasa ingin tahu yang kuat, anak lazimnya senang sekali menjelajah, bermain kesana kemari, mencoret-coret dinding, dan aktifitas eksplorasi lainnya.

5. Menunjukkan sikap egosentris
Pada usia ini anak memandang segala sesuatu dari sudut pandangnya sendiri. Anak cenderung mengabaikan sudut pandang orang lain. Mereka cenderung memahami dan memperhatikan suatu hal hanya dari sudut pandang kepentingan sendiri saja. Hal itu terlhat dari perilaku anak yang masih suka berebut mainan, menangis atau merengek sampai keinginannya terpenuhi.

6. Aktif dan energik
Anak usia dini lazimnya senang sekali melakukan berbagai aktifitas. Si kecil seolah-olah tidak pernah lelah, tidak pernah merasa bosan, dan tidak pernah berhenti beraktifitas. Mereka selalu ingin tahu, selalu bergerak kesana kemari. Mereka baru berhenti beraktifitas kecuali saat ia tidur.

7. Memiliki daya konsentrasi yang pendek
Anak usia dini memiliki rentang perhatian yang sangat pendek. Pehatian anak akan mudah teralih pada hal lain terutama yang menarik perhatiannya. Anak umumnya tidak akan mampu duduk berlama-lama untuk memperhatikan sesuatu apalagi yang bersifat membosankan. Tapi sebaliknya, anak akan senang memperhatikan hal-hal yang menarik dan menyenangkan. Sebagai orang tua dalam menyampaikan pembelajaran hendaknya memperhatikan hal ini.

8. Bagian dari makhluk sosial
Anak usia dini mulai suka bergaul dan bermain dengan teman sebayanya. Ia mulai belajar berbagi, mau menunggu giliran, dan mengalah terhadap temannya. Melalui interaksi sosial ini anak membentuk konsep dirinya. Anak-anak sudah mulai bersosialisasi dengan teman sebayanya dan mulai memiliki kemampuan untuk bekerja sama dan berhubungan dengan teman-temannya Ia mulai belajar bagaimana caranya agar ia bisa diterima lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini anak mulai belajar untuk berperilaku sesuai tuntutan dari lingkungan sosialnya karena ia mulai merasa membutuhkan orang lain dalam kehidupannya.

9. Spontan.
Perilaku dan sikap yang dicerminkan anak itu pada umumnya adalah sikap asli mereka tanpa di rekayasa. Sehingga, sering kita jumpai anak-anak berbicara ceplas-ceplos dan merefleksikan apapun yang ada dalam hati dan pikiran mereka. Dalam melakukan suatu hal, anak-anak melakukannya secara spontan tanpa mempertimbangkan apakah sesuatu itu berbahaya atau tidak bagi dirinya maupun bagi orang lain. Misalnya saat bermain dengan benda-benda tajam, mereka cenderung tidak mau mendengarkan perataan orangtuanya kalau benda yang dimainkannya itu berbahaya.

10. Mudah frustasi.
Jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya atau membuat dia merasa tidak puas, maka dia akan kecewa dan meluapkannya dengan menangis atau marah-marah. Saat anak-anak dalam usia dini menghadapi suatu kesulitan maka orang tua sebaiknya datang untuk membantunya. Oleh karena itu sebaiknya orang tua selalu mendampingi anak-anak terutama pada usia dini dalam bermain.

B. KARAKTERISTIK ANAK SD
1.      Senang Bermain
Pada umumnya anak SD terutama kelas-kelas rendah itu senang bermain. Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih – lebih untuk kelas rendah. Guru SD seyogyanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang saling antara mata pelajaran serius seperti IPA, Matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau Seni Budaya dan Keterampilan (SBK).

2.      Senang Bergerak
Karakteristik yang kedua adalah senang bergerak, orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.

3.      Senangnya Bekerja dalam Kelompok
Melalui pergaulannya dengan kelompok sebaya, anak dapat belajar aspek-aspek penting dalam proses sosialisasi seperti : belajar memenuhi aturan-aturan kelompok,belajar setia kawan,belajar tidak tergantung pada orang dewasa di sekelilingnya,mempelajari perilaku yang dapat diterima oleh lingkungannya,belajar menerima tanggung jawab, belajar bersaing secara sehat bersama teman-temannya, belajar bagaimana bekerja dalam kelompok,belajar keadilan dan demokrasi melalui kelompok. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.

4.      Senang Merasakan atau Melakukan Sesuatu Secara Langsung
Berdasarkan teori tentang psikologi perkembangan yang terkait dengan perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasi konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, anak belajar menghubungkan antara konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Pada masa ini anak belajar untuk membentuk konsep-konsep tentang angka ,ruang,waktu, fungsi badan,peran jenis kelamin,moral. Pembelajaran di SD cepat dipahami anak, apabila anak dilibatkan langsung melakukan atau praktik apa yang diajarkan gurunya. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang arah mata angin, dengan cara membawa anak langsung keluar kelas, kemudian menunjuk langsung setiap arah angin, bahkan dengan sedikit menjulurkan lidah akan diketahui secara persis dari arah mana angin saat itu bertiup.

C. KARAKTERISTIK ANAK SMP DAN SMA
A.   Konsep Karakteristik siswa SMA dan SMA
–       Abstrak and idealistc. Pada masa remaja anak – anak lebih mungkin membuat gambaran tentang diri mereka dengan kata – kata yang abstrak dan idealistik. Gambaran tentang konsep diri yang abstrak misalnya dapat dilihat dari pernyataan remaja usia 14 tahun mengenai dirinya. “saya seorang manusia. Saya tidak dapat memutuskan sesuatu saya tidak tahu siapa diri saya.” Sedangkan deskripsi idealistik dari konsep diri remaja dapat dilihat dari pernyataan. “saya orang yang sensitive, yang sangat peduli terhadap perasaan orang lain. Saya rasa, saya cukup cantik.” Meskipun tidak semua remaja menggambarkan diri mereka dengan cara yang idealis, namun sebagian besar remaja membedakan antara diri mereka yang sebenarnya dengan diri yang diidamkannya.
–       Differentiated. Konsep diri remaja bisa menjadi semakin terdiferensiasi. Dibandingkan dengan anak yang lebih muda remaja lebih mungkin untuk menggambarkan dirinya sesuai dengan konteks atau situasi yang semakin terdiferensiasi. Misalnya remaja berusaha menggambarkan dirinya menggunakan sejumlah karakteristik dalam hubungannya dengan keluarganya, atau dalam hubungannya dengan teman sebaya, dan bahkan dalam hubungan yang romantis dengan lawan jenisnya. Singkatnya, dibandingkan dengan anak-anak, remaja lebih mungkin memahami bahwa dirinya memiliki ciri-ciri yang berbeda-beda, sesuai dengan peran atau konteks tertentu.
–       Contracdictions within the self. Setelah remaja mendeferensiasikan dirinya kedalam sejumlah peran dan dalam konteks yang berbeda beda, maka munculah kontradiksi antara diri-diri yang terdiferensiasi ini.
Dalam sebuah penelitian Susan Harter(1986) meminta siswa kelas 7 sembilan dan sebelas untuk mendeskripsikan diri mereka. Harter akhirnya menemukan bahwa terdapat sejumlah istilah yang kontradiktif yang digunakan remaja dalam mendeskripsikan dirinya(seperti jelek dan menarik, mudah busan dan ingin tahu, peduli dan tak peduli, tertutup dan suka bersenang-senang) meningkat secara dramatis antar kelas tujuh dan kelas sembilan. Gambaran diri yang kontradiktif ini berkurang jumlahnya pada siswa kelas 11, namun masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan siswa kelas 7.
–       The fluciating self. Sifat yang kontradiktif dalam diri remaja pada gilirannya memunculkan fluktuasi diri dalam berbagai situasi dan lintas waktu yang tidak mengejutkan. Seorang peneliti menjelaskan sifat fluktuasi dari diri remaja tersebut dengan metafora. Diri remaja akan terus memiliki ciri ketidakstabilan hingga masa dimana remaja berhasil membentuk teori mengenai dirinya yang lebih utuh, dan biasanya tidak terjadi hingga masa remaja akhir, bahkan hingga masa dewasa awal.
–       Real and ideal true dan false selves. Munculnya kemampuan remaja untuk mengkontruksikan diri ideal mereka disamping diri yang sebenarnya, merupakan sesuatu yang membingungkan bagi remaja  tersebut. Kemampuan untuk menyadari adanya perbedaan anatra diri yng nyata dengan diri yang ideal menunjukan adanya peningkatan kemampuan kognigtif mereka. Tetapi, carl rogers yakin bahwa adanya perbedaan yang terlalu jauh antara diri yang nyata dengan diri ideal menunjukan ketidak  mampuan remaja untuk menyesuaikan diri. Penelitian yang dilakukan strachen dan jones (1982) menunjukan bahwa pada pertenrgahan masa remaja terjadi dikrepansi yang lebih besar antara diri yang nyata dengan diri ideal dibandingkan dengan pada awal dan akhir masa remaja.
Remaja cenderung menunjukkan diri yang palsu ketika berada di lingkungan teman-teman dikelasnya. Namun ketika berada bersama teman dekatnya remaja menunjukkan yang asli. Diri yang palsu ditunjukkan oleh remaja untuk orang lain mengaguminya, untuk mencoba perilaku atau peran baru yang disebabkan adanya pemaksaan dari orang lain untuk berprilaku palsu, karena orang lain tersebut tidak memahami diri remaja yang sebenarnya.
–       Social comparison. Sejumlah ahli perkembangan percaya bahwa, dibandingkan dengan anak-anak, remaja lebih sering menggunakan perbandingan sosial untuk mengevaluasi diri mereka sendiri. Namun kesediaan remaja untuk mengakui bahwa mereka menggunakan perbandingan social untuk mengevaluasi diri mereka sendiri cenderung menurun pada masa remaja, karena menurut mereka perbandingan sosial itu tidaklah diinginkan. Menurut remaja, terungkapnya motif perbandingan sosial mereka akan membahayakan popularitas mereka.
–       Self-conscious. Karakter lain dari konsep diri remaja adalah bahwa remaja lebih sadar akan dirinya dibandingkan dengan anak-anak dan lebih memikirkan tentang pemahaman diri mereka. Remaja menjadi lebih introspektif, yang mana hal ini merupakan bagian dari kesadaran diri mereka dan bagian dari eksplorasi diri. Namun introspeksi tidak selalu terjadi  ketika remaja berada dalam keadaan isolasi sosial. Remaja kadang-kadang meminta dukungan dan penjelasan dari teman temannya memperoleh opini teman-temannya mengenai definisi diri yang baru muncul.
–       Self-protective. Mekanisme untuk mempertahankan diri merupakan salah satu aspek dari konsep diri remaja dalam upaya elindungi dirinya, remaja cenderung menolak adanya karakteristik negatif dalam diri mereka. Gambaran diri yang positif seperti menarik, suka bersenang senang dan ingin tahu, lebih sering disebutkan sebagai bagian inti dari diri remaja yang penting. Sedangkan gambaran diri yang negatif seperti jelek, egois dan gugup lebih disebutkan sebagai bagian pinggir.
–       Unconscious. Konsep diri remaja melibatkan adanya pengenalan bahwa komponen yang tidak disadari termasuk dalam dirinya, sama seperti komponen yang disadari. Pengenalan seperti ini tidak muncul masa remaja akhir. Artinya, remaja yang lebih tua lebih yakin akan adanya aspek-aspek tertentu dari pengalaman mental diri mereka yang berada diluar kesadaran atau kontrol mereka dibandingkan dengan remaja yang lebih mudah.
–       Self-integraion.Terutama pada masa remaja akhir, konsep diri menjadi lebih terintegrasi, dimana bagian yang berbeda beda dari diri secara sistematik menjadi satu kesatuan. Remaja yang lebih tua, lebih mampu mendeteksi adanya ketidakkonsistenan dalam gambaran diri mereka pada masa sebelumnya ketika ia berusaha untuk mengkontruksikan teori meneganai diri secara umum, atau suatu pemikiran yang terintegrasi dari identitas. Ketika remaja menghadapi tekanan untuk membagi bagi diri menjadi sejumlah peran, munculah pemikiran formal operasional yang mendorong proses integrasi dan perkembangan dari suatu teori diri yang konsisten dan koheren.

B.   Karekteristik umun perkembangan peserta didik
Karakteristik anak usia sekolah menengah  (SMP)
Dilihat dari taapan perkembangan yang disetujui oleh banyak ahli, anak usia sekolah menengah (smp) berada pada tahapan perkembangan pubertas ( 10 -14 tahun ).terdapat sejumlah karakteristik yang menonjol pada usia smp ini, yaitu :
1.     Terjadinya ketidakseimbangan proposi tinggi dan berat badan.
2.     Mulai timbulnya ciri – ciri seks sekunder
3.     Kecenderungan ambivalensi, antara keinginan untuk bebas dari dominasi dengan keinginan bergaul, serta keinginan untuk bebas dari dominasi kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tua
4.     Senang membandingkan kaedah – kaedah, nilai – nilai etika atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa.
5.     Mulai mempertanyakan secara skeptis mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan tuhan
6.     Reaksi dan ekspesi emosi masih labil.
7.     Mulai mengembangkan standar dan harapan terhadap perilaku diri sendiri yang sesuai dengan dunia sosial
8.     Kecenderungan minat dan pilihan karer relatif sudah lebih jelas.
Adanya karakteristik anak usia sekolah menengah yang demikian, maka guru diharapkan untuk :
1.     Menerapkan model pembelajaran  yang memisahkan siswa pria dan wanita ketika membahas topik – topik yang berkenaan dengan anatomi dan fisiologi
2.     Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan hobi dan minatnya melalui kegiatan – kegiatan yang positif.
3.     Menerapkana pendekatan pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individu atau kelompok kecil.
4.     Meningkatkan kerja sama dengan orang tua dan masyarakat untuk mengembangkan potensi siswa
5.     Tampil mejadi teladan yang baik bagi siswa
6.     Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bertanggung jawab

Karakteristik anak usia remaja (SMA)
Masa remaja (12 – 21 tahun ) merupakan masa peralhan anata masa kehidupan anak – anak dan masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencarian jati diri. Masa remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu :
1.     Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya
2.     Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
3.     Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakan secara efektif
4.     Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
5.     Memilih dan mempersiapakn karier di masa depan sesuai dengan minat dan kemampuan
6.     Mengembangkan sikap positif terhapdap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak.
7.     Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep – konsep yang diperlukan sebagai warga negara.
8.     Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial
9.     Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku.
10.  Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan religiusitas.
Berbagai karakteristik perkembangan masa remaja tersebut, menuntut adanya pelayanan pendidikan yang mampu memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat dilakukan guru, di antaranya :
1.     Memeberikan pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi, bahaya penyimpangan seksual dan penyalahgunaan narkotika.
2.     Membantu siswa mengembangkan sikap apresiatif terhadap postur tubuh atau kondisi dirinya.
3.     Menyediakan fasilitas yang memungkinkan siswa mengembangkan keterampilan yang sesuai dengan minat dan bakatknya, seperti saran olahraga, kesenian dan sebagainya.
4.     Melatih siswa untuk mengembangkan resiliensi, kemampuan bertahan dalam kondisi sulit dan penuh godaan
5.     Menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk berfikir kritis, refleksi, dan positif.
6.     Memberikan pelatihan untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dan mengambil keputusan
7.     Membantu siswa mnegmbangkan etos kerja yang tinggi dan sikap wiraswasta
8.     Memupuk semanga keberagamaan siswa melalui pembelajaran agama terbuka dan lebih toleran.
9.     Menjalin hubungan yang harmonis dengan siswa, dan bersedia mendengarkan segala keluhan dan problem yang dihadapinya

 C.   Karakteristik hubungan remaja dengan teman sebaya
                 Perkembangan kehidupan sosial remaja juga ditandai dengan gejala meningkatnya pengaruh  teman sebaya dalam kehidupan mereka.  Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk berhubungan atau bergaul dengan teman – teman sebaya mereka. Studi – studi kontemporer tentang remaja, juga menunjukkan bahwa hubungan yang positif dengan teman sebaya diasosiasikan dengan penyesuaian sosial yang positif (santrock, 1998 ). Hartup (1982) misalnay mencatat bahwa pengaruh teman sebaya yang harmonis selama masa remaja, dihubungkan dengan kesehatan mental yang positif pada usia setengah baya (Hightower; 1990). Secara lebih rinci, kelly dan hasnen (1987) menyebutkan 6 fungsi positif dari teman sebaya, yaitu :
1.     Mengontrol impuls – impuls agresif. Melalui interaksi dengan teman sebaya, remaja belajar bagaimana memecahkan pertengahan – pertengahan dengan cara – cara yang lain selain dengan tindakan agresi langsung.
2.     Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi lebih independen. Teman – teman dan kelompok teman sebaya memeberikan dorongan bagi remaja untuk mengambil peran dan tenggung jawab baru mereka. Dorongan yang diperoleh remaja dari teman – teman sebaya mereka ini akan menyebabkan berkurangnya ketergantungan remaja pada dorongan keluarga mereka.
3.     Meningkatkan keterampilan – keterampilan sosial, mengembangkan kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan – perasaan dengan cara – cara yang lebih matang. Melalui percakapan dan perdebatan dengan teman sebaya, remaja belajar mengekspresikan ide – ide dan perasaan – perasaan serta mengembangkan kemampuan mereka memecahkan masalah.
4.     Mengembangkan sikap – sikap seksual dan tingkah laku peran jenis kelamin terutama dibentuk melalui interaksi dengan teman sebaya. Remeja belajar mengenai tingkah laku dan sikap – sikap yang mereka asosiasikam dengan menjadi laki – laki dan perempuan muda
5.     Memperkuat penyesuaian moral dan nilai – nilai. Umunya orang dewasa menhajarkan kepada anak – anak mereka tentang apa yang benar dan apa yangb salah. Dalam kelompok teman sebaya, remaja mencoba mengambil keputusan atas diri mereka sendiri. Remaja mencoba mengambil keputusan atas diri  mereka sendiri. Remaja mngevaluasi nilai – nilai yang dimilikinya dan yang dimiliki oleh teman sebayanya, serta memutuskan mana yang benar. Proses mengavaluasi ini dapat membantu remaja mengembangkan kemampuan penalaran moral
6.     Meningkatkan harga diri. Menjadi orang yang disukai oleh sejumlah besar teman – teman sebayanya membuat remaja merasa enak atau senang tentang dirinya.
                 Sejumlah ahli teori lain menekankan pengaruh negatif dari teman sebaya terhadap perkembangan anak – anak dan remaja. Bagi sebagian remaja, ditolak atau diabaikan oleh teman sebaya, menyebabkan munculnya perasaan kesepian atau permusuhan. Disamping itu, penolakan oleh teman sebaya dihubungkan dengan kesehatan mental dan problem kejahatan. Sejumlah ahli teori juga telah menjelaskan budaya teman sebaya remaja merupakan suatu bentuk kejahatan yang merusak nilai – nilai dan kontrol orang tua. Lebih dari itu, teman sebaya dapat memperkenalkan remaja pada alkohol, obat – obatan (narkoba), kenakan]lan, dan berbagai bentuk perilaku yang dipandang orang dewasa sebagai maladaptif (santrock, 1998). Meskipun selama masa remaja kelompok teman sebaya memberikan pengaruh yang besar, namun orangtua tetap memainkan peranan yang penting dalam kehidupan remaja. Hal ini adalah karena antara hubungan dengan oang tua dan hubungan dengan teman sebaya memberikan pemenuhan akan kebutuhan – kebutuhan yang berbeda dalam perkembangan remaja ( Savin – William & Berndt, 1990). Dalam hal kemajuan sekolah dan rencana karir misalnya, remaja sering bercerita dengan orangtuanya. Orangtua menjadi sumber pentig yang mengarahkan dan menyetujui dalam pembentukan tata nilai dan tujuan – tujuan masa depan. Sedangkan dengan teman sebaya, remaja belajar tentang hubungan – hubungan sosial di luar keluarga. Mereka berbicata tentang pengalaman – pengalaman dan minat – minat yang lebih bersifat pribadi, seperti masalah pacaran dan pandangan – pandangan tentang seksualitas. Dalam masalah – masalah yang menjadi minat pribadinya ini umumnya remaja merasa lebih enak berbicara dengan teman – teman sebayanya, mereka percaya bahwa teman sebaya akan memahani perasaan – perasaan mereka dengan lebih baik dibandingkan dengan orang – orang dewasa.
Karakteristik Umum Peserta Didik dari Segi Gender
     Bebrapa para ahli mengatakan bahwa perbedaan gender dalam kaitannya dengan kognisi dan prestasi mungkin bersifat situasional. Perbedaan itu bervariasi menurut waktu dan tempat (Biklen &Pollard, 2001) dan mungkin berinteraksi dengan ras dan kelas sosial (Pollard, 1998). Penulis Boys and Girls Learn Differently mengatakan bahwa perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan memang ada akibat perbedaan dalam otak mereka.
·         Perbedaan Anak Perempuan dengan Anak Laki-Laki
            Menurut Diane (1995, 1996), ada beberapa perbedaan anak perempuan dan anak laki-laki, anak perempuan menunjukkan kinerja yang lebih baik di bidang seni bahasa, pemahaman bacaan, dan komunikasi tertulis dan lisan. Sedangkan anak laki-laki terlihat sedikit unggul di bidang matematika dan penalaran matematis.
Menurut Ormrod (2000) :
Fitur
Anak Perempuan
Anak Laki-Laki
Implikasi untuk Pendidikan
Kemampuan Kognitif
Lebih baik dalam tugas-tugas verbal
Lebih baik dalam keterampilan visual-spasial
Berharap anak laki-laki dan perempuan memiliki kemampuan kognitif yang sama
Fisik
Sebelum pubertas kapabilitasnya sama
Setelah pubertas, lebih unggul dalam hal tinggi badan dan kekuatan otot
Mengasusmsikan kedua gender memiliki potendi untuk mengembangkan berbagai keterampilan fisik dan motorik
Motivasi
Peduli pada prestasi sekolah, tetapi kurang berani mengambil resiko
Usaha yang besar di subjek-subjek “stereotipikal laki-laki”
Mendorong kedua gender unggul disemua subjek. Menghindari stereotip
Self-Esteem
Cenderung melihat diriny sendiri lebih kompeten di bidang hubungan interpersonal
Lebih memiliki rasa percaya diri untuk mrngrndalikan dan mengatasi masalah.
Lebih menilai kinerjanya sendiri secara positif
Menunjukkan kepada semua siswa bahwa mereka bisa berhasil di bidang-bidang yang kontrastereotip
Aspirasi Karier
Cenderung melihat dirinya lebih collage-bound.
Cenderung melihat karier  yang tidak akan mengganggu peran mereka di masa depan.
Memiliki ekspektasi jangka panjang yang lebih tinggi untuk dirinya sendiri
Menunjukkan otang-orang yang sukses dalam karier di semua bidang sekaligus dalam keluarga
Hubungan Interpersonal
Cenderung lebih afiliatif dan lebih banyak membentuk hubungan dekat.
Nyaman berada di situasi yang kompetitif dan menyukai lingkungan yang kooperatif
Cenderung menunjukkan agresi fisik yang lebih tinggi
Mengajari kedua gender cara-cara berinteraksi dengan baik dan memeberikan lingkungan yang kooperatif untuk mengakomodasi kecenderungan afiliatif anak perempuan.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam pengelolaan proses pembelajaran guru harus memiliki kemampuan mendesain program, menguasai materi pelajaran, mampu menciptakan kondisi kelas yang kondusif, terampil memanfaatkan media dan memilih sumber, memahami cara atau metode yang digunakan sesuai kebutuhan dari karakteristik anak. Ketika anak – anak memasuki masa remaja konsep diri mereka mengalami perkembangan yang sangat kompleks dan melibatkan sejumlah aspek dalam diri mereka. Karakteristik anak remaja bisa dilihat dalam beberapa aspek, yaitu dari Pertumbuhan fisik, perkembangan seksual, cara berfikir kausalitas, emosi yang meluap-luap, perkembangan sosial, perkembangan moral dan perkembangan kepribadian.
            Dalam hal ini peran orang tua sangatlah penting dalam kehidupan remaja karena antara hubungan dengan oang tua memberikan pemenuhan akan kebutuhan – kebutuhan yang berbeda dalam perkembangan remaja. Orangtua menjadi sumber pentig yang mengarahkan dan menyetujui dalam pembentukan tata nilai dan tujuan – tujuan masa depan.
            Guru sebagai orang tua kedua bagi siswa di sekolah juga mempunyai peranan yang sama penting dengan orang tua, dalam masa perkembangan remaja guru harus memberikan arahan – arahan tentang apa yang terjadi dalam diri remaja, guru pun harus memberikan contoh yang baik karna dalam masa perkembangannya, siswa cenderung meniru apa yang mereka lihat sehari – hari.
  
DAFTAR PUSTAKA
makalah-karakteristik-umum-perkembangan peserta-didik[compatibility mode]
staff.uny.ac.id/sites/default/files/karakteristik%20siswa%sd.pdf




Tidak ada komentar:

Posting Komentar